"Assalamu'alaikum...," bisik
Muhsin mengakhiri rakaat
terakhirnya.
Dibelakangnya
Hasanah mengucap lafaz yang sama. Sholat jamaah usai. Seperti biasanya, sejak
ia dinikahi Muhsin, Hasanah meraih tangan suaminya, disalami dan diciumnya.
"Bang..., boleh
nggak saya bertanya,"
desisnya
setelah keduanya selesai berzikir.
"Tentu
saja, masalah apa?"
"Salaman...."
"Salaman?
Ada apa? .....Bagaimana?...Mengapa?
"Kaum feminisme
menganggap salaman seperti
tadi adalah bukti pelecehan terhadap perempuan. Mengapa istri mesti
meraih dan mencium tangan suaminya?
Mengapa tidak
sebaliknya? Bukankah itu tanda perempuan lebih rendah dari
laki-laki?
Bagaimana tanggapan Abang?"
"Oh, itu
toh, Apakah Abang pernah memerintahkan Adik berbuat demikian?"
"Tidak."
"Atau
menganjurkan?"
"Tidak."
"Mengapa
Adik melakukannya?"
"Ng... mengapa
ya? ....... Mungkin
pertama, saya sering
melihat ibu
melakukan hal yang demikian kepada bapak. Kedua, naluri
saya sebagai istri
memerintahkan saya
berbuat demikian. Ketiga,
saya lihat Abang senang
menerimanya. Saya
bahagia jika suami merasa gembira dengan sesuatu yang
saya
perbuat."
"Adik
merasa direndahkan?"
"Tidak."
"Sebenarnya inti
dari yang adik tanyakan adalah salaman. Walaupun salaman pada mulanya
dilakukan penduduk Yaman, Rasulullah saw mentradisikannya di
kalangan
kaum Muslimin. Bahkan beliau menyatakan,
'Tiada dua orang Muslim bertemu lalu berjabat
tangan, melainkan diampunkan dosa keduanya sebelum berpisah.'
Salaman adalah
lambang perdamaian dan kedamaian.Salaman tidak dilakukan oleh
dua orang yang bermusuhan dan mendendam."
"Mencium
tangan?"
"Itu
dilakukan para sahabat kepada Nabi saw."
"Jadi,
salaman adalah sebuah tradisi kebaikan?"
"Ya,
Rasulullah saw mengingatkan kaum Muslimin untuk tidak meremehkan suatu
kebaikan
walau sekadar menghadapi teman dengan muka yang manis.
Apalagi
menghadapi suami dan istri."
"Itukah
alasan abang menerima uluran tangan saya?"
"Benar. Bukan
rasa kebanggaan diri sebagai suami, saya menyambut uluran
tangan itu.
Tidak juga karena
saya merasa lebih baik dari Adik.
Abang
sadar
bahwa ketaqwaanlah yang menjadikan kemuliaan seseorang. Sedang taqwa
dan
iman itu bisa naik dan bisa turun. Suatu
saat boleh jadi keadaan Abang
lebih baik
dari Adik. Pada
saat yang lain, barangkali Abanglah yang
memerlukan dorongan
dan nasihat dari Adik. Apa dan bagaimanapun kondisi
keimanan kita
pada suatu saat,
yang jelas salaman akan membawa
kepada
kedamaian.Ini
kebaikan yang harus dihargai."
"Apakah
feminisme merasakan nuansa ini?"
"Wallahu a'lam.
Mereka selalu berpikir
dari sisi lelaki dan perempuan.
Tidak dari sebuah sisi yang utuh sebagai manusia
hidup saling melengkapi.
Jika seorang
lelaki pembantu umum
diperusahaan menghidangkan
minuman
kepada seorang
direktris, maka hal
itu adalah sebuah
fenomena kerja fungsional.
Bukan penghinaan kepada
laki-laki. Namun jika seorang istri menghidangkan minuman
kepada suaminya yang
baru pulang kerja, maka itu
mereka anggap sebagai pelecehan terhadap martabat
perempuan. Padahal Allah
telah menentukan
keluarga sebagai sebuah struktur organisasi masyarakat
dengan sebuah
model kepemimpinan yang digariskan berdasarkan pertimbangan
seluruh
aspek kemanusiaan lelaki dan perempuan."
"Abang adalah
pemimpin saya. Sayalah yang perlu meaih dan menciumi tangan
Abang.
Ini upaya kebaikan yang bisa saya lakukan."
"Jazakillahi khoiron. Sesungguhnya lurusnya jalan saya
sebagai suami serta
ketaatan Adik
sebagai istri-lah yang menjadi tulang punggung keberhasilan
kepemimpinan keluarga
ini. Mengenai salaman tak
ada salahnya jika suatu
saat saya yang meraih dan mencium tangan
Adik. Namun kenyataannya Adiklah
yang
selalu mendahului saya."
"Saya
Ridho......"
==========
Catatan
(Moderator - KisahHikmah@YahooGroups.Com):
Penulisnya
Tidak Kami Ketahui.
Kami
Terima Kisah ini dari kiriman seorang sahabat.
Besar
kemungkinan cerita diatas adalah imaginative, walaupun demikian kami berharap
dapat dipetik Hikmahnya..
Insya
Allah, Bermanfaat..
Wallahua'lam
bishshowwaab
Wassalaamu'alaikum
Wr Wb
Ikutan
Yuk: KisahHikmah_subscribe@yahoogroups.com
Link unduh Ebook Saya Ridho.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar