Kutatap
adik laki-lakiku Eri dengan kepiluan yang mengalir ke seluruh nadi darahku. Wajahnya semakin tirus, kurus
tubuhnya menampakkan tulang yang tinggal
berbalut kulit. Leukimia telah menggerogoti kegagahannya. Tapi bagiku dia masih
tetap gagah. Masih tetap perkasa sekaligus lembut, setiap kuingat betapa SABAR
ia mengajar baca tulis Al Quran pada sesama teman mahasiswanya, betapa SANTUN
ia membimbing ibu-ibu pengusaha tempe ?plenyet? yang sama sekali buta bisnis
untuk memahami lika-liku bisnis, betapa manis ia dengan SUKARELA dan IKHLAS MEMBANTU
dan MENDAHULUKAN KEPENTINGAN KAWAN-KAWANNYA.
Sudah
47 hari ia terbaring di rumah sakit, dengan darah yang selalu dimuntahkan dari
mulutnya. Dan hari ini, dua puluh mahasiswa teman-teman Eri ikut terpekur di sini.
Semua keluarga berkumpul. Hanya keheningan, kepiluan yang terasa. Tapi Eri seperti
tidak merasakan keperihan kami, ia tidak pernah mengeluh. Keharuan selalu
menyeruak ke segenap pori-poriku setiap kali kuingat kata-katanya, ketika
seorang teman memintanya untuk sabar menghadapi ujian Allah ini, ? Ah, INI
BUKAN UJIAN. INI KENIKMATAN DARI ALLAH. Dengan begini, saya kan jadi bisa MEMPERSIAPKAN
DIRI MENGHADAP-NYA.
Demi
Allah, Eri memang seperti layaknya pemuda-pemuda sekarang, kadang nakal dengan
selorohan-selorohannya, kadang ia juga takut mati. Tapi Eri TIDAK PERNAH LUPA
MEMBACA AL QUR'AN DAN MENGAJARKANNYA, Eri TIDAK PERNAH LUPA MENDAHULUKAN
KEPENTINGAN ORANG LAIN, Eri TIDAK PERNAH LUPA MEMBANTU ORANG MISKIN.
Mbak?Mbak
Lina? Masya Allah, ada
taman indah sekali, Mbak! Ayo cepat difoto ayo, keburu
hilaang. Rengekan
Eri mengejutkanku. Aku terhenyak. Telunjuk Eri mengarah pada botol infus. Tapi
ia berbicara tentang sebuah taman yang indah, taman yang mana? ?Taman mana sih Er?,
itu kan botol infus?? bujukku perlahan. ?Ah, Mbak Lina sih tidak percaya, ayo
dong difoto?? ia terus merengek . Aku hanya terdiam. Seorang teman menyentuh
bahuku lembut, mengisyaratkan untuk mengiyakan perkataan Eri, ?Kelihatannya
sudah hampir ?waktunya?Lin.? Bisiknya sambil menunjuk jemari kaki Eri yang
mulai mengerucut, wajahnya mengerut dan tirus. Tanda-tanda sakratul maut.
Aku
menggigit bibir kuat-kuat. Mataku memanas. Aku?aku tak kuat menahan tangis.
Kugengam jemari Eri kuat-kuat. Ya Allah?aku ikhlas jika Engkau membawanya pergi
sekarang?aku ikhlas! Bisikku diantara gemuruh tangis yang kucoba untuk menahannya.
Tiba-tiba?Eri muntah darah. Banyak. Setelah itu tubuhnya berangsur kelihatan
bercahaya, terlihat sangat sehat dan segar. Berulang kali aku mengucap
istighfar,
takbir dan tahlil.
Mbak,
aku merasa sehat. Aku pingin pergi?Ma?Mama?aku pingin pergi jauh. Mbak Lina
minta sangu doooong?? Eri merajuk lagi. Aku tergagap. Refleks meraba kantong bajuku
dan menyodorkan uang pada Eri. Spontan saja, Eri dengan sigap menerima uluran
tanganku, dan menyimpan uang itu di sakunya. Ia bahkan sempat mengucapkan terima kasih
padaku, sebelum memejamkan mata dengan ketenangan yang menakjubkan. Hidungnya
teratur menghirup dan menghembuskan udara. Aku terhenyak. Ia hendak pergi jauh.
Ia meminta bekal. Astaghfirullah? kenapa aku membekalinya uang?
Segera
aku meraih Quran, kubacakan Yasin persis di sisi telinganya. Tuntas hingga ayat
terakhir. Kudengar seruan takbir mendesis dari mulut Eri, persis ketika surat
Yasin selesai kubacakan. Tubuh Eri dingin. Hidungnya tak lagi menghembus dan
menghirup. Jantungnya berhenti berdegup.
Inna
lillahi wa inna ilaihi raji?uun, desis kami berbarengan. Tiba- tiba bau yang
sangat harum menyergap hidungku. ? Ma, bau wangi nggak?? Mama menggeleng sambil
menyusut air mata. ?Papa?? tanyaku lagi. Papa menggeleng. Kutatap Eri yang
memucat, bibirnya tampak mengulas senyum. Taman yang indah yang telah
diperlihatkan kepadamu itukah yang berbau begitu semerbak, Eri sayang?? Tanyaku
dalam diam.
==========
Catatan
(Moderator - KisahHikmah@YahooGroups.Com):
Penulis
- Intan Savitri, [In Memoriam Eri Prastowo] Pelangi Nurani
Sumber - istiqomah.org
Insya
Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
Wallahua'lam
bishshowwaab
Wassalaamu'alaikum
Wr Wb
Ikutan
Yuk: KisahHikmah_subscribe@YahooGroups.com
Link unduh Ebook Taman di Pelupuk Matanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar