"Kita
harus mengakhirinya Ko, tak ada ikatan apapun dalam Islam antara seorang laki-laki
dan wanita kecuali khitbah dan pernikahan, ini nggak benar Ko". Riko mendesis
mengingat kata-kata Ayu sore tadi, ada sesuatu menyayat ulu hatinya, perih. Dan
ia tak habis mengerti perubahan jalan pikiran Ayu akhir-akhir ini.
Riko
memukulkan kepalan tangannya dengan keras ke meja hingga barang-barang yang diatasnya
bergetar dan photo Ayu dalam bingkai yang berada di sudut jatuh dan pecah. Riko
menyengir memandangi photo orang yang sebenarnya dikaguminya itu tapi dengan
seenaknya memberi keputusan sepihak di antara pecahan kaca. Hatinya kalut membayangkan
kepulangan Riki, saudara kembarnya, yang ditemani Alice sementara dirinya
seorang diri menggigit bibir.
Terbayang
saat-saat yang dihabiskanya selama 18 tahun bersama Riki sampai mereka memutuskan
untuk berpisah, karena ia lebih memilih Yogya sebagai kelanjutan studinya tidak
halnya dengan Riki yang menerima tawaran Oom mereka untuk melanjutkan ke LA.
Ingatannya melayang ke percakapan mereka berdua sebelum Riki terbang ke LA.
”Inilah
saatnya kita cari gandengan Ko"
"Betul,
aku janji akan membawakan untukmu seorang calon ipar yang darahnya biru"
"Kalo
mo ketemu mama jalanya pake nunduk-nunduk, hhh,. Hhhhaa"
"Haaa,
haaha dan untuk calon iparku, kau harus bawa yang rambutnya kayak rambut
jagung, kalo mau ketemu di pintu pagar sudah bilang hello"
"Ya
deh aku janji"
Ada
kerinduan menyeruak bila mengingat, bagaimana mereka saling meledek lalu tertawa
bersama dan tiba-tiba wajah Riko bertambah sendu mengingat kesepakatan mereka
untuk membawa pacarnya masing-masing dalam pertemuan Agung, begitu mereka mengistilahkan
dan juga sepakat untuk merekam cerita masing-masing dalam kaset.
Riko
memainkan kepulan asap rokoknya, dibayangkan hari-hari Riki bersama Alice, serba
menyenangkan, penuh hura-hura dan kebebasan tanpa ada tetek bengek yang
membelenggunya. Riko geram membandingkan dengan nasibnya.
*****
Riko
mematikan mesin mobilnya, dengan gontai ia melangkah keluar. Dilangkahkan kakinya
memasuki rumah dengan lewat tangga samping langsung menuju kamarnya yang juga
kamar Riki. Sepi, mungkin Riki dan Alice baru ngobrol dengan Mama di bawah, pikirnya.
Ketika mata Riko menangkap kaset yang tergeletak di meja dan ia yakin pasti itu
rekaman Riki, segara disambarnya dan langsung mendekati tape. Sejenak setelah
jari Riko menekan tombol Play ....
"Assalamu'alaikum
Riko, aku kangen sekali padamu. Maaf Ko, aku tak bisa mengajak Alice seperti
janjiku, ini janji yang satunya, dengar yaa... serius nih. Riko, LA
memang dengan suka cita memberikan apa yang kebanyakan diimpikan anak muda, kebebasan,
hura-hura dan kesenangan-kesenangan dunia yang lainnya yang memabukkan,
di hampir setiap sudutnya justru ditawarkan dengan yang menggiurkan. Riko, jika
bukan karena Islam, kemungkinan besar saudara kembarmu ini telah berubah
menjadi binatang di sana. Hidup mematuhi nafsunya tanpa mengenal batasan dan
tak lagi kenal apa itu halal dan haram.
Riko,
segala puji hak Allah semata, yang telah mempertemukan dengan mas Arifin, orang
Bandung yang baru mengambil S2. Lewat beliau aku mengkaji Al-Qur'an dan lewat
beliau aku mengkaji Al-Qur'an dan lewat beliau Allah berkenan membukakan hatiku
untuk mengenali Islam yang sesungguhnya, Islam sebagai sistem juga sebagai
jalan hidup. Riko, sejak mengenal Islam, kuhentikan pacaranku dengan Alice,
padahal aku begitu menunggu waktu pertemuan denganmu dimana aku bisa membanggakan
Alice yang cantik, cerdas dan supel. Keputusan harus kuambil, meski sangat
berat karena tangan-tangan nafsu begitu kuat mencengkramku.
Riko,
Setelah aku mendapat gambaran yang jelas tentang Islam, aku bertekad untuk senantiasa
hidup bersamanya, berusaha memberikan apa yang kubisa untuk membelanya
dan mengimpikan kejayannya. Dengan itu mulai kurasakan artinya hidup dan
ternyata di situlah aku menemukan ketentraman dan sejatinya kebahagiaan. Riko,
Dalam setiap doaku aku selalu memohon, kamu pun .....
Riko
segera menekan tombol stop, rasanya tak sanggup lagi ia mendengar suara Riki
yang setiap kalimat seakan menelanjanginya. Rasanya Riko terhempas membandingkan
apa yang ada di kepalanya dan yang di kepala Riki. Selama ini hidup
yang dijalaninya sangatlah remeh, tak punya muatan apa-apa. Yang diotaknya
hanya
apa yang akan menyenangkan nafsunya. Seperti ada batu besar yang menghimpit
dadanya.
Di
tengah berbagai kenikmatan dunia menyesatkan yang ditawarkan oleh pesatnya laju
kemajuan zaman, Riki bisa menemukan jalan mana yang benar-benar bisa menyelamatkan
dan mengantarkan ke surga yang sesungguhnya, sementara dirinya dibingungkan
oleh kemajuan jaman yang tak dipahaminya, tak tahu arus akan mengantarkanya
ke mana. Riko meraba pipinya, jemarinya menemukan air yang mengalir
dari sudut matanya. Rasa rindunya pada Riki sangat tak terbendung...
==========
Catatan
(Moderator - KisahHikmah@YahooGroups.Com):
Penulis
- Tidak Diketahui
Sumber - TIdak Diketahui
Kiriman
- Salah Satu Milist Islami,11 Juli 2003
Insya
Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
Wallahua'lam
bishshowwaab
Wassalaamu'alaikum
Wr Wb
Link unduh Ebook Jogya 'N Los Angeles
Tidak ada komentar:
Posting Komentar