Minggu, 08 April 2012

Bermula dari IDE SEDERHANA

Jangan pernah meremehkan barang yang kelihatannya sedernana. Semboyan itu nampak dipegang erat oleh KH Abdul Khamid Ardi (45 tahun), kiai yang juga seorang pengusaha. Korek api kecres karena penggunaannya dengan cara menggesekmemang tampak sederhana. Ia bukan kategori barang mewah. Harganya pun relatif murah, antara Rp 100 hingga Rp 200 rupiah per kotak. Akan tetapi menekuni usaha korek kecres itu ternyata hasilnya cukup besar. Abdul Khamid, misalnya, tiap bulan mampu menjual ratusan bal korek.

"Usaha itu bermula dari ide sederhana. Siapapun orangnya" tutur pengasuh Pondok Pesantren Al Amin, Jago, Tumpang, Malang ini tentu membutuhkan api. Sebab, api merupakan kebutuhan vital. Adakah orang yang bebas sama sekali dari api setiap hari? Apalagi kalangan ibu rumah tangga, para perokok, petani, para pedagang kaki lima hingga tukang tambal ban sepeda. Semua butuh api untuk kelangsungan hidup.

Beruntung bagi Khamid karena di saat ide itu muncul, salah seorang Cina kenalannya menawarkan kerja sama. Setelah diperbincangkan segala sesuatunya, ada saling setuju dan ada kesepakatan, maka perjanjian pun dibuat.

Dalam setiap bal yang berisi 1000 korek api, Pondok Pesantren Al-Amin sebagai pemegang merek menyetor ke pabrik 38.000 rupiah. Semua bahan pembuatan korek berasal dari pabrik, termasuk bungkusnya. Adapun harga jual diserahkan kepada pihak Al-Amin. "Biasanya kami ambil keuntungan maksimal 2000 perak per balnya" ujar Khamid. Kini dalam setiap bulan Khamid dapat menjual 200 bal."Pemasarannya masih berjalan sederhana, yakni oleh para santri dan simpatisan Pesantren sendiri" jelas kiai dengan lima orang putra ini.

Sesungguhnya korek itu hanya sebagian kecil dari seabrek bisnis Khamid. Kiai pengasuh 700 santri ini masih punya sederet usaha lain, yakni ruma sakit Islam ( RSI), mini market, pom bensin, bimbingan ibadah haji, PDAM swasta, perkebunan cengkeh, kelapa dan tebu.

"Alhamdulillah, semua dapat berjalan dengan lancar." syukurnya. Khamid menyebutkan, sejak usia sebelas tahun, ia sudah senang menggeluti dunia dagang. Tapi dia tidak mau menyebutkan jenis dagangan apa yang dilakukannya saat itu.

Tapi yang menjadi kunci suksesnya, katanya, bahwa dalam mengerjakan sesuatu semestinya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jangan setengah-setengah. "Yang lebih penting lagi hendaknya kita tidak pernah memasukkan harta ke dalam hati dan pikiran. Selain akan memusingkan, juga membuat kita jadi kikir, dan menjadikan kita cinta dunia dan buta hati," jelasnya panjang lebar.

Dalam hal harta, lanjut Khamid, sebagaimana tuntunan Rasulullah saw, kita hendaknya hanya sebatas memegang, bukan memasukkannya ke dalam hati. "Bila demikian sikap kita, insya Allah harta akan mendatangi kita. Tidak sebaliknya, kita mengejar-ngejar harta hingga kita malah dibikin pusing oleh harta itu sendiri," tuturnya.

Pada kenyataannya, Allah swt selalu mencurahkan rezeki berlimpah kepada Khamid. Sebutlah sebuah rumah sakit Islam (RSI) yang didirikannya 4 tahun lalu. Untuk mendirikan RSI tersebut dibutuhkan anggaran tidak kurang dari 3 milyar rupiah. Dana sebanyak itu dirogoh dari kocek Khamid sendiri yang diperoleh dari hasil tabungan panen kebunnya seluas 24 hektar, dan ditambah dari keuntungan jual beli tanah. Ia sering secara iseng membeli lahan untuk kemudian dijual kembali. "Saya pernah membeli tanah seharga 40 juta, setelah dikapling-kapling, saya jual kembali dan laku seharga 150 juta," katanya mengenang.

Selain rumah sakit, ada pula sebuah mini market yang baru dibuka 6 bulan lalu. Namanya mini market Al Amin. Omzet mini market Al Amin perhari antara 4-5 juta rupiah. Mini market ini menyediakan aneka kebutuhan rumah tangga dan kantor.

Permasalahan air yang dialami beberapa desa tetangganya mendorongnya untuk menekuni bisnis PDAM swasta. Apalagi kota Malang dikenal sebagai kawasan sejuk dan banyak menyimpan sumber air yang jernih. Maka dengan uang Rp 50 juta, Khamid membeli sebuah kawasan sumber air pegunungan di Desa Benjor, Malang. Dari bukit itu ditarik pipa sepanjang 7 kilometer dan disalurkan ke 3 desa yakni Mbesar, Jago, dan Kampung Warung. Sampai saat ini terdapat 200 rumah tangga yang menjadi pelanggan PDAM miliknya dengan penghasilan sekitar 400 ribu perbulan. Bahkan bisnis air ini sudah berlangsung sejak tahun 1989.

Pemasukan yang tergolong tetap dan besar adalah dari pom bensin. Setiap bulannya ia memperoleh pemasukan sebesar 90 juta rupiah. "Dalam sebulan ada pemasukan sebesar 150 juta secera keseluruhan," katanya.

Untuk apa saja keuntungan dari hasil bisnisnya itu?

"Di samping untuk pengembangan pondok, membangun masjid, juga untuk membantu saudara-saudara kita yang memang banyak yang kurang mampu di sekitar sini."

Total aset usaha Khamid kini mencapai Rp 6 milyar. Meskipun begitu, ia tetap tampil bersahaja. Rumahnya terbilang sederhana. Sebagaimana rumah pengasuh pondok, di bagian depan rumahnya ada ruangan tunggu untuk tamu, juga sederhana. Di bagian terasnya merangkap untuk gudang.Di sana ada timbangan, sepeda ontel, beberapa puluh kardus kapur tulis dan sebuah mobil carry merah hati. Tempatnya juga tergolong tidak strategis, masuk ke dalam gang sekitar 300 meter dari jalan raya.

"Obat-obatan keperluan rumah sakit, kelapa, korek dan sebagainya masih ditempatkan di rumah ini," tuturnya kepada Sahid sambil mengatakan akan adanya langkah perbaikan.

Tepat di depan rumah Khamid yang beralamat di jalan Tunggul Ametung, Ds. Jago, Kec. Tumpang, Malang ini, terdapat pondok pesantren yang diasuhnya yakni Pesantren Al-Amin. Secara rutin, setiap pagi, ia ngajar di pondok tersebut. Siang harinya ia baru berangkat ke kantor, mengontrol satu demi satu usahanya.

Anak-anak yang mondok di pesantrennya yang berasal dari Malang dan sekitarnya, sama sekali tidak dipungut bayaran. Mereka hanya diminta membayar rekening listrik sebesar 2 ribu rupiah perbulan.

Sebenarnya, seperti yang dikatakan Khamid, ia tidak pernah belajar ilmu ekonomi secara khusus, dalam arti mempelajarinya di bangku kuliah. Pengetahuannya di bidang usaha, adalah anugerah dari Allah yang membimbingnya secara langsung dalam segala usaha yang dilakukannya. Ia menyebutnya sebagai ilmu laduni, yakni suatu kemampuan yang diturunkan dari Allah swt tanpa harus mempelajari melalui bangku sekolah.

Sejak usia 11 tahun Khamid sudah mondok di sebuah pondok pesantren di Wonorejo Malang. Dari sana kemudian dia melanjutkan ke beberapa pondok lain di Jawa seperti Pesantren Tremas Pacitan, Jampes Kediri, Lasem Jateng dan di Pesantren Kiai Khamid di Pasuruan. Ia hidup dari pesantren ke pesantren itu selama 12 tahun (1967-l979).

Juga sejak usia 11 tahun, Khamid sudah biasa menjalankan shalat lail. Pada saat anak seusianya asyik tidur, dia justru bangun untuk beribadah. Dan bahkan kegiatan shalat malam tetap dijalankan secara istiqamah hingga sekarang. Selain shalat lail amaliyah lain yang dilakukannya adalah melakukan istighfar sebanyaknya-banyaknya, membaca laa khaula walaa quwwata illaa billaah, wirid surat al-Waqi'ah, as-Sajadah, Yasin, dan ar-Rahman. Siapa hendak mencoba? (Athwa)


==========
Catatan (Moderator - KisahHikmah@YahooGroups.Com):
Penulis - Athwa (Inisial)
Sumber - Milist Internal Bppn - Jakarta, 8 Januari 2001

Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya..
Wallahua'lam bishshowwaab
Wassalaamu'alaikum Wr Wb

Ikutan Yuk: KisahHikmah_subscribe@YahooGroups.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar